5 Feb 2012

Dilema RIM di Ujung Senja

www.blogbelajarpintar.blogspot.com
AP/Eric Risberg

Jakarta - Mike Lazaridis mengaku sangat berat untuk meninggalkan jabatan chief executive officer di Research In Motion (RIM), perusahaan yang ia dirikan pada 1984. Bukannya ia tak mau turun dari jabatannya itu, tapi meninggalkan perusahaan dalam “kondisi sakit” membuatnya sedikit tak nyaman. Namun, akibat tekanan dari para investor, meski ia mengaku tak ada tekanan sama sekali, akhirnya bersama Jim Balsillie, co-CEO RIM, mereka mundur.

Pada 22 Januari 2012, tampuk kepemimpinan RIM diserahkan kepada Thorsten Heins, fisikawan asal Jerman berusia 54 tahun.

RIM, pembuat telepon seluler cerdas BlackBerry, menunjukkan kinerja yang terus menurun dalam dua tahun terakhir. Tahun lalu adalah puncak keterpurukan. Pada 2011, nilai saham RIM terpangkas sebesar 75 persen. Di bursa Toronto Stock Exchange, saham RIM anjlok 9,11 persen menjadi 15,60 dolar Kanada. Di bursa saham Nasdaq, keadaannya tak lebih baik. Saham RIM turun US$ 1,44 menjadi US$ 15,56 atau turun 8,47 persen.

Pangsa pasar di Amerika Utara, pasar terbesar RIM selama ini, juga menciut. BlackBerry kalah bersaing dengan iPhone buatan Apple dan ponsel Android.

Akibat kondisi yang kurang sehat itu, tersiar kabar bahwa RIM akan dijual. Juga ada rumor bahwa perusahaan Korea Selatan, Samsung, berminat membeli.

Heins langsung membantah. “Jangan percaya apa yang Anda baca. Tak ada alasan untuk menjual,” katanya di hadapan 17 ribu karyawan RIM. Heins berusaha menanamkan rasa optimisme di kalangan karyawannya, meski belakangan penjualan produk RIM terus melorot.

Ada yang berpendapat kesalahan RIM dalam menjaga pasar di Amerika adalah mereka tak mau membangun pabrik di sana. Padahal, sejak iPhone meluncur pada 2007, tanda-tanda pasar BlackBerry bakal terkikis sudah terlihat. Ditambah lagi belakangan ada ponsel Android.

Kini, RIM mengalihkan perhatian pasarnya ke negara-negara berkembang, seperti Asia, Amerika Latin, dan Afrika. Di Asia, Indonesia menjadi salah satu target pasar terbesar RIM. Pertumbuhan pengguna BlackBerry di Indonesia pun cukup fantastis.

Menurut Darwin Lie, analis International Data Corporation Indonesia, pertumbuhan BlackBerry tahun lalu mencapai 90 persen.

Sayangnya, Indonesia sebagai pasar yang potensial tak mendapat perhatian serius dari RIM. Buktinya, ketika pemerintah meminta perusahaan yang berbasis di Waterloo, Kanada, ini untuk membangun network aggregator, tak kunjung dipenuhi.

“Ya jelas, pemerintah tidak happy,” kata Kepala Humas dan Pusat Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika Gatot Sulistiantoro Dewa Broto.

Akibat ulah RIM yang tak juga membangun data center di sini, pemerintah sempat mengancam akan menutup layanan BlackBerry di Indonesia. Memang, tenggat untuk membangun data center itu telah terlewatkan dan pemerintah masih memberi waktu kepada RIM untuk memenuhinya.

Tapi bukan tak mungkin jika suatu saat pemerintah bersikap tegas dan melarang RIM berbisnis di Indonesia. Kesalahan RIM di Amerika bisa juga terjadi di sini.








sumber: http://www.tempo.co/read/news/2012/02/04/172381714/p-Dilema-RIM-di-Ujung-Senja
Description: Dilema RIM di Ujung Senja Rating: 4.5 Reviewer: Unknown - ItemReviewed: Dilema RIM di Ujung Senja Hot News!!! "Sepeda Motor Injeksi Irit Harga Terbaik Cuma Honda"
Share on :

0 komentar :

Posting Komentar

Mau tukeran link? silakan buka Link sahabat dan apabila ada pertanyaan silakan tulis di Kotak Pertanyaan. Terima Kasih...

Kami akan menghapus komentar yang: Tak sopan, memakai HURUF BESAR, berupa caci maki, mengandung kata-kata kebun binatang, debat kusir, provokasi, di luar konteks, berupa undangan/ reklame. Komentar yang terlalu panjang, tanpa paragraf dan sulit dipahami. Komentar copy-paste, silakan di-link saja.

Isi komentar adalah tanggung jawab penulis komentar, bukan tanggung jawab pengelola blog/situs ini. Harap maklum.

 
© Copyright Dunia GUE 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com .
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Jejaringkan Kami di Jejaring Sosial (duniague.net)